Advertisement Advertisement
Berita

Ketegangan di Tubuh PPP, DPW Jabar Menolak Legitimasi Mardiono

Perbedaan Pendapat di Internal PPP: Kepemimpinan Agus Suparmanto vs Mardiono

Di tengah perpecahan internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), terjadi perbedaan pendapat mengenai kepemimpinan partai. Dalam situasi ini, Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PPP Jawa Barat menolak pengakuan terhadap kepemimpinan yang diangkat oleh Ketua Umum Muhammad Mardiono. Meskipun SK tersebut telah dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), DPW Jabar tetap mempertahankan dukungan terhadap Agus Suparmanto sebagai ketua umum resmi.

Penolakan Terhadap SK Kemenkumham

Pepep Saepul Hidayat, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPW PPP Jabar, menyatakan bahwa keputusan untuk menolak SK tersebut sudah diambil secara bersama-sama oleh seluruh kader PPP di Jawa Barat. Ia menekankan bahwa proses muktamar yang dilakukan berjalan dengan baik dan semua tahapan telah selesai tanpa ada hambatan. “Kami hadir dalam seluruh proses muktamar, dari pembukaan hingga penutupan. Semua tahapan dilalui dengan baik, dan muktamar telah menetapkan Pak Agus Suparmanto sebagai ketua umum,” ujar Pepep.

Ia juga menegaskan bahwa meskipun kubu Mardiono telah memiliki SK Kemenkumham, mereka tidak bisa langsung membentuk kepengurusan sendiri. “Karena ketua umum terpilih, Agus Suparmanto, akan melakukan upaya-upaya hukum,” tambahnya. Langkah pertama yang akan dilakukan adalah mempertanyakan kronologi terbitnya SK kepada Kemenkumham. Selanjutnya, pihaknya akan menempuh jalur hukum agar SK tersebut dibatalkan.

Penolakan dari DPC Bandung Barat

Penolakan serupa juga disampaikan oleh DPC PPP Kabupaten Bandung Barat. Menurut Ketua DPC PPP Bandung Barat, Muhamad Yusup Hasanudin, penolakan tersebut didasarkan pada AD/ART PPP yang digunakan oleh Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas, untuk mengesahkan kepengurusan kubu Mardiono. Ia menyebut AD/ART hasil Muktamar XI Makassar tidak lagi berlaku karena telah diubah pada Muktamar X di Ancol, Jakarta.

“AD/ART PPP itu telah diubah pada Muktamar X kemarin. Kami sebagai muktamirin berwenang mengubah AD/ART partai, selain memilih ketua umum. Jadi mungkin ini yang terlupakan oleh Saudara Menteri Hukum,” ujarnya.

The Beatles dan Melodi Abadi: Seni dalam Harmoni

Pernyataan Menteri Hukum RI

Sebelumnya, Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas, menyampaikan bahwa polemik dualisme di internal PPP—antara kubu Muhammad Mardiono dan Agus Suparmanto—telah selesai dengan terbitnya SK Kemenkumham. “Begitu ada permohonan yang masuk dan tidak ada masalah, maka saya anggap sudah sesuai dengan mekanisme AD/ART, maka saya sahkan. Jadi, semua sudah kami lakukan karena yang terpenting ialah jangan menunda sebuah keputusan, tapi percepat karena ini adalah layanan untuk publik,” kata Supratman.

Ia menekankan bahwa mekanisme yang digunakan merujuk pada AD/ART hasil Muktamar IX di Makassar. Ia menegaskan bahwa SK yang ditandatangani adalah SK kubu Muhammad Mardiono. “SK untuk Pak Mardiono. Yang jelas, saya tanda tangani tanggal 1 Oktober 2025, pukul 10.00 WIB. Dan hanya Pak Mardiono yang mendaftar hingga 30 September,” katanya.

Penolakan dari Pengurus Senior PPP

Sejumlah pengurus dan tokoh senior PPP menolak SK tersebut yang menetapkan Mardiono sebagai Ketua Umum dan Imam Fauzan Amir Uskara sebagai Sekretaris Jenderal PPP periode 2025–2030. Mereka menyatakan bahwa SK Menkum cacat hukum karena tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam Permenkumham Nomor 34 Tahun 2017. Salah satu yang paling krusial adalah ketiadaan “Surat Keterangan tidak dalam perselisihan internal Partai Politik” dari Mahkamah Partai.

“Kami sudah memastikan kepada Mahkamah Partai yang dipimpin Saudara Irfan Pulungan, bahwa mereka tidak pernah menerbitkan surat untuk kepengurusan Mardiono. Artinya, SK Menkum ini tidak sah dan cacat hukum,” ujar KH Zarkasih Nur selaku Ketua Majelis Kehormatan PPP.

Harapan untuk Keberlanjutan PPP

PPP kubu muktamirin juga menyebut SK Menkum bertentangan dengan keputusan Silaturahmi Nasional Alim Ulama PPP pada 8 September 2025 di Ponpes KHAS Kempek, Cirebon. Dalam forum tersebut, para ulama sepakat menolak Mardiono melanjutkan kepemimpinannya. “Bagaimana mungkin Menteri mengabaikan suara para ulama se-Indonesia yang tegas menolak Mardiono? Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga persoalan moral dan legitimasi,” ujar KH Mustofa Aqil Siraj sebagai Ketua Majelis Syariah PPP.

Hello world!

Atas dasar itu, pengurus PPP menyatakan akan menempuh langkah politik, administratif, dan bahkan hukum agar SK Menkum dibatalkan. Lebih lanjut, mereka menepis pernyataan Menkum yang menyebut tidak mengetahui adanya pendaftaran kepengurusan lain. “Kalau Menteri bilang tidak tahu, itu sungguh tidak masuk akal. Fakta pendaftaran dilakukan secara terbuka, disaksikan publik, dan bahkan ada komunikasi sebelumnya dengan Ditjen AHU,” ujar Prijono Tjiptoherijanto selaku Ketua Majelis Pakar PPP.

Sikap Kader PPP

Sementara itu, Ketua Umum DPP PPP yang mengantongi SK Kemenkum, Muhamad Mardiono, merasa percaya diri kalau kubu Agus Suparmanto tak akan melayangkan gugatan. Kata Mardiono, saat ini seluruh pihak yang memiliki semangat untuk membesarkan PPP akan bersatu menjadi keluarga, termasuk juga Agus Suparmanto. “InsyaAllah mudah-mudahan tidak ada. Saya yakin karena kita semua itu sebenarnya satu keluarga besar Partai Persatuan Pembangunan,” ucap Mardiono.

Di lain pihak, Majelis Pakar DPW PPP Jawa Barat, Yudi Muhammad Aulia, meminta semua kader menerima SK Kementerian Hukum (Kemenkum) soal kepemimpinan Mardiono. “Pada prinsipnya, Muktamar X di Mercure itu sah dan legal. Kami menerima dengan senang hati keluarnya SK ini. Harapan kita, polemik di PPP segera berakhir,” ujar Yudi.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *